PERJALANAN
RASULULLAH SAW KE THAIF
Selama Sembilan tahun sejak diangkat
menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW telah berusaha menyampaikan ajaran islam dan
membawa petunjuk untuk memperbaiki keadaan kaumnya di Mekkah Mukarramah, tetapi
sedikit sedikit sekali yang mau menerima ajakan beliau, kecuali orang-orang
yang sejak awal telah memeluk islam. Selain orang-orang seperti merka, ada juga
sebagian lainnya yang secara lahiriah belum memeluk islam, tetapi mereka
bersedia untuk membantu usaha dakwah yang dilakukan Rasullulah SAW. Bahkan hampir
seluruh orang-orang kafir di Mekkah selalu menghalangi, mencemoohkan dan
menyakiti beliau dan para sahabatnya.
Meskipun paman Rasullulah SAW, yaitu
Abu Thalib, juga termasuk dalam golongan orang-orang yang belum memeluk islam,
tetapi hatinya sangat mencintai Rasullulah SAW, dan suatu kebahagiaan baginya
jika ia dapat menolong Nabi SAW.
Pada tahun kesepuluh setelah risalah
kenabian, ketika Abu Thalib meninggal dunia, kaum kuffar bertambah gencar dalam
mencegah perkembangan islam, dimana saja, kapan saja mereka ada kesempatan,
mereka akan mengganggu kaum Muslimin.
Kota Thaif
terletak di sebelah tenggara kota Mekah, memiliki udara yang sejuk, tanah yang
subur, dan termasuk salah satu kota perdagangan yang maju. Kota Thaif juga
merupakan kota yang penting bagi sejarah Islam seperti yang diceritakan dalam
firman Allah swt. berikut ini.
Artinya:
"Dan mereka berkata, "Mengapa Al-quran ini tidak diturunkan kepada
seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?"(Q.S.
Az-Zuhruf/43: 31)
Pada
waktu itu Thaif didiami Bani Tsaqif yang terdiri dari dua suku, yaitu Bani
Ahlaf yang menguasai bidang militer, diplomasi, dan penyembahan berhala, serta
Bani Malik yang menguasai bidang ekonomi dan pertahanan, suatu kabilah
yang sangat banyak jumlahnya. Menurut Beliau SAW, jika penduduk Thaif memeluk
islam maka kaum muslimin dapat melepaskan diri dari siksaan dan gangguan
orang-orang kafir, dan akan menjadikan kota itu sebagai pusat penyebaran agama
islam.
Rasulullah saw.
hijrah ke Thaif pada tahun ke-10 setelah kenabian dengan naik unta. Beliau
ditemani Zaid bin Haritsah, mantan budak Khadijah yang sudah diangkat sebagai
anak. Kota Thaif pada waktu itu dipimpin oleh tiga orang keturunan Tsaqif yang
masih ada hubungan keluarga dengan Rasulullah. Ketiga orang tersebut adalah
Kinaah yang bergelar Abdu Jaffi, Mas'ud bergelar Abdu Kulal, dan Habib.
Ketiganya merupakan anak dari Amr bin Umair bin Auf as Saqafi. Rasulullah SAW berharap
mendapat perlindungan dan dukungan dari keluarganya di Thaif, serta berharap
mereka mau menerima ajaran Islam.
Harapan tersebut
ternyata meleset, pada awalnya mereka menyambut Rasulullah dengan baik, tetapi
setelah mereka mengetahui tujuannya untuk menyiarkan Islam dan mengajak mereka
untuk menerima ajaran Islam, mereka marah, menghina, dan mengusirnya. Selama 10
hari Rasulullah saw. dan Zaid bin Haritsah tinggal di Thaif dan mendapatkan
perlakuan yang buruk. Penduduk Thaif melempari Rasulullah saw. dan Zaid bin
Haritsah dengan batu. Rasulullah saw. mengalami luka yang cukup parah, betisnya
berlumuran darah. Begitu juga dengan Zaid bin Haritsah yang mengalami luka-luka
yang lebih parah, sebab berusaha melindungi Rasulullah saw.
Sikap Rasulullah
saw. terhadap Perlakuan Penduduk Thaif
Pada saat
penduduk Thaif melempari Rasulullah saw dan Zaid dengan batu, beliau dan Zaid
segera keluar dari kota Thaif untuk menghindarinya. Setelah berlari sekitar
tiga mil, beliau dan Zaid berteduh di bawah pohon anggur milik Utbah bin Rabiah
dan Syaibah bin Rabiah yang memusuhinya.
Tidak lama kemudian terlihatlah Utbah bin Rabi'ah dan Syaibah bin
Rabi'ah yang baru sampai di situ. Beliau enggan datang menemui mereka,
disebabkan permusuhan mereka terhadap Allah dan RasulNya dan penentangan mereka
terhadap agama yang diutus Allah kepadanya. Tetapi Utbah dan Syaibah telah
menyuruh hamba mereka yang bemama Addas untuk datang kepada beliau membawa
sedikit anggur untuknya, dan Addas ini adalah seorang yang beragama kristen
dari negeri Niniva (kota lama dari Iraq). Apabila Addas datang membawa sedikit
anggur untuk beliau, maka beliau pun memakannya, dan sebelum itu membaca
'Bismillah!' Mendengar itu Addas keheranan, kerana tidak pernah mendengar orang
membaca seperti itu sebelumnya.
'Siapa namamu?' tanya Nabi SAW 'Addas!' 'Dari mana engkau?' tanya
beliau lagi. 'Dari negeri Niniva!' jawab Addas. 'Oh, dari kota Nabi yang saleh,
Yunus bin Matta!' Mendengar jawaban Nabi itu, Addas menjadi lebih heran dari
mana orang ini tahu tentang Nabi Yunus bin Matta? Dia tidak sabar lagi hendak
tahu, sementara tuannya Utbah dan Syaibah melihat saja kelakuan hambanya yang
terlihat begitu mesra dengan Nabi SAW itu. 'Dari mana engkau tahu tentang Yunus
bin Matta?!' Addas keheranan. 'Dia seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama
kepada kaumnya,' jawab beliau. Beliau lalu menceritakan apa yang diketahuinya
tentang Nabi Yunus AS itu, dan sudah menjadi tabiat beliau, beliau tidak pernah
memperkecilkan siapa pun yang diutus Allah untuk membawa perutusannya.
Mendengar semua keterangan dari Rasulullah SAW Addas semakin kuat mempercayai
bahwa orang yang berkata-kata dengannya ini adalah seorang Nabi yang diutus
Allah. Lalu dia pun menundukkan kepalanya kepada beliau sambil mencium kedua
tapak kaki beliau yang penuh dengan darah itu.
Melihat kelakuan Addas yang terakhir ini,
Utbah dan Syaibah semakin heran apa yang dibuat sang hamba itu. Apabila kembali
Addas kepada mereka, mereka lalu bertanya: 'Addas! Mari ke mari!' panggil
mereka. Addas datang kepada tuannya menunggu jika ada perintah yang akan
disuruhnya. 'Apa yang engkau lakukan kepada orang itu tadi?' 'Tidak ada
apa-apa!' jawab Addas. 'Kami lihat engkau menundukkan kepalamu kepadanya, lalu engkau
menciurn kedua belah kakinya, padahal kami belum pemah melihatmu berbuat
seperti itu kepada orang lain?!' Addas mendiamkan diri saja, tidak menjawab.
'Kenapa diam? Coba beritahu kami, kami ingin tahu?' pinta Utbah dan Syaibah.
'Orang itu adalah orang yang baik, dia menceritakan kepadaku tentang seorang
Utusan Allah atau Nabi yang diutus kepada kaum kami, 'jawab Addas. 'Siapa
namanya Nabi itu?' 'Yunus bin Matta' jawab Addas lagi. 'Lalu?' 'Dia katakan,
dia juga Nabi yang diutus!'Addas berkata jujur. 'Dia Nabi?!' Utbah dan Syaibah
tertawa terbahak-bahak, sedang Addas mendiamkan diri melihatkan sikap orang
yang mengingkari kebenaran Allah. 'Eh, engkau bukankah kristen?' 'Benar,'jawab
Addas. 'Tetaplah saja dalam kristenmu itu! Jangan tertipu oleh perkataan orang
itu!' Utbah dan Syaibah mengingatkan Addas. 'Dia itu seorang penipu, tahu
tidak?!' Addas terus mendiamkan dirinya .
Pada waktu Rasulullah
SAW berteduh di kebun milik Saibah dan Utbah, beliau mengadu dan berdo'a kepada
Allah swt. dengan kata-kata berikut ini.
" Ya Allah,
sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang lemahnya kekuatan diriku dan
lemahnya aku di mata manusia. Wahai Zat yang Maha Penyayang diantara para
Penyayang, Engkau adalah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhanku, kepada
siapapun Engkau serahkan diriku selagi Engkau tidak murka kepadaku, maka aku
tidak peduli dengan hal itu."
PERTOLONGAN
ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Pertongan pertama datang saat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berada di Qarnuts-Tsa’âlib atau Qarnul-Manazil. Allah Azza wa Jalla mengutus
Malaikat Jibril Alaihissallam bersama malaikat penjaga gunung yang siap
melaksanakan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas perlakuan
buruk penduduk Thaif. Namun tawaran ini diabaikan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam . Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkeinginan
melampiaskan kekecewaaan atas penolakan penduduk Thaif. Justru sebaliknya,
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharapkan agar dari penduduk Thaif ini
terlahir generasi bertauhid yang akan menyebarkan Islam.
Inilah akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
teramat agung. Saat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu membalas
perlakuan buruk dari kaumnya, namun justru memberikan maaf dan mendoakan
kebaikan. Demikian ini selaras dengan beberapa sifat beliau yang diceritakan
dalam al-Qur’ân, seperti sifat lemah lembut, kasih sayang, dan sangat menginginkan
kebaikan bagi umatnya.
Kemudian pertolongan dan dukungan yang kedua, yaitu saat Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di lembah Nakhlah, dekat Mekkah. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal disana selama beberapa hari. Pada saat
itulah Allah Azza wa Jalla mengutus sekelompok jin kepada Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Mereka mendengarkan al-Qur`ân dan kemudian mengimaninya.
Peristiwa itu disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam surat al-Ahqâf (46) ayat 29-31: Allah berfirman yang artinya:
(Qs-46 :29) Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin
kepadamu yang mendengarkan al-Qur`ân, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan
(nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika
pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi
peringatan.
(Qs-46 :30) Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami
telah mendengarkan kitab (al-Qur`ân) yang telah diturunkan sesudah Musa yang
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan
kepada jalan yang lurus.
(Qs-46 :31) Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru
kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa
kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.
Kedua peristiwa di atas meningkatkan optimisme Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam , sehingga bangkit berdakwah dengan penuh semangat tanpa
peduli dengan berbagai penentangan yang akan dihadapinya.
PERLINDUNGAN AL MUTH’IM BIN ‘ADIY
Setelah kembali ke Mekkah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendapatkan perlindungan dari al-Muth’im bin ‘Adiy, sehingga kaum kafir Quraisy
tidak leluasa mengganggunya. Al-Muth’im memiliki dua jasa sangat besar kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Pertama, ia memiliki peran dalam
perusakan kertas perjanjian pemboikotan yang ditempelkan di dinding Ka’bah.
Kedua, ia memberikan perlindungan saat kaum Quraisy berusaha mengusir dan
mengganggu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Jasa al-Muth’im ini selalu diingat oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam . Sehingga seusai mengalahkan kaum kafir Quraisy dalam Perang
Badr, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda perihal para tawanan:
Seandainya al-Muth’im bin Adiy masih hidup, lalu dia mengajakku
berbicara tentang para korban yang mati ini (maksudnya, meminta Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membebaskan mereka, Pen.), maka tentu aku
serahkan mereka kepadanya.
PELAJARAN DARI KISAH DI ATAS
1. Prioritas dakwah Rasulullah terhadap tokoh kabilah Tsaqif di
Thaif kala itu merupakan bukti pentingnya menyampaikan dakwah kepada para tokoh
panutan manusia.
2. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap sabar
menghadapi perlakuan buruk para penentangnya. Meskipun mendapatkan perlakuan
buruk, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mendoakan kepada Allah agar
menurunkan siksa kepada mereka. Namun sebaliknya, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah, dan Allah Azza wa Jalla
memperkenankan doa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
3. Perjumpaan jin dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
di lembah Nakhlah merupakan bukti, bahwa jin itu ada dan mereka itu juga
mukallaf . Di antara jin ada yang beriman, dan ada juga yang kafir.
4. Berimannya sekelompok jin tersebut merupakan hiburan bagi Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah mendapatkan perlakuan buruk dari
penduduk Thaif.
5. Dalam kisah rihlah (perjalanan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ke Thaif dan penderitaan yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
alami terdapat pelajaran bagi para da’i. Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menanggung derita, maka begitu juga para da’i. Oleh karena itu, pada
da’i wajib mempersiapkan diri, karena dakwah merupakan jalan para nabi dan
orang-orang shalih. Juga dikarenakan tuntutan hikmah Allah Azza wa Jalla bahwa
din ini tidak akan dimenangkan kecuali dengan amalan dan usaha keras manusia.
Sumber:
As-Sîratun-Nabawiyatu fi Dhau-il Mashâdiril ash Liyyah, karya Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad.
As-Sîratun-Nabawiyatu fi Dhau-il Mashâdiril ash Liyyah, karya Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad.
0 komentar:
Posting Komentar